Kamis, 08 Desember 2016

mengajarkan manusia agar manusia dapat mengetahui berbagai hal, dan dapat mengetahui apa yang seharusnya dilakukan olehnya sebagai makhluk yang disebut manusia, oleh karena itu pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia, dengan adanya pendidikan manusia akan mampu melakukan apapun yang dia inginkan, dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi dalam dirinya serta mengembangkan akal pikirannya sehingga dalam melakukan segala sesuatu manusia tidak mengalami kesalahan yang fatal. B. Rumusan Masalah 1. Siapakah Ibnu Khaldun? 2. Apa Karya-Karya Ibnu Khaldun? 3. Bagaimana Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun? 4. Bagaimana Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh Ibnu Khaldun dengan Pendidikan Masa Kini? C. Tujuan dan Kegunaan 1. Mengetahui ibnu khaldun secara lebih dekat. 2. Mengetahui karya-karya Ibnu Khaldun. 3. Mengetahui pemikiran ibnu khaldun tentang Pemikiran Pendidikan Islam. 4. Untuk memenuhi tugas Filsafat Pendidikan Islam. BAB II PEMBAHASAN I. Biografi Tokoh Ibnu Khaldun Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata. Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd ‘Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H. Atau 27 Mei 1332 M, wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alqur’an sejak usia dini, selain itu beliau juga membahas tentang pendidikan islam. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah. Beliau masih memiliki garis keturunan dengan Wail bin Hajar, salah seorang sahabat Nabi Saw. Wail bin Hajar pernah meriwayatkan sejumlah hadith serta pernah dikirim nabi untuk mengajarkan agama Islam kepada para penduduk daerah itu. Pada abad ke-8 M Khalid bin Utsman datang ke Andalusia bersama pasukan arab penakluk wilayah bagian selatan Spanyol. Khalid kemudian lebih dikenal panggilan Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang Andalusia dan Afrika Barat Laut yakni dengan penambahan pada akhir nama dengan “uns” sebagai pernyataan penghargaan kepada keluarga penyandangnya. Dengan demikian Khalid menjadi Khaldun. Guru pertama ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Dia belajar membaca dan menghafal al-Qur’an. Dia fasih dalam qira’at sab’ah (tujuh cara membaca al-Qur’an), dia memperlihatkan caranya yang seimbang dan merata antara mata pelajaran tafsir, hadith, fiqih dan gramatika bahasa arab yang diambilnya dari sejumlah guru yang ada di Tunisia). Ibnu Khaldun mulai berkarir dalam bidang pemerintahan dan politik di kawasan Afrika Barat Laut dan Andalusia selama hampir seperempat Abad. Dalam kurun waktu itu dari sepuluh kali dia pindah jabatan dari satu dinasti ke dinasti yang lain. Jabatan pertaman Ibnu Khaldun pertama adalah sebagai anggota Majlis keilmuwan Sultan Abu Inal dari Bani Marin di ibu kota Fez. Kemudian dia diangkat menjadi sekertaris Sultan pada Tahun 1354. Selain di dunia politik, Ibnu Khaldun juga mengajarkan ilmunya di masjid. Kemudian dia pindah ke Biskarah. Dari Biskarah kembali ke Andalusia baru dan menuju Tilimsan tahun 1374 M. Di Tilimsan ini ibnu Khaldun menemukan tempat untuk menulis dan membaca di rumah bani Arif di dekat benteng Qal’at Ibn Salamah sebagai tempat tinggal dan tinggal di Istana Ibnu Salamah. Di tempat inilah selama empat tahun dia memulai karnya yang terkenal dengan Kitab al-Ibar (sejarah Universal). Ibnu Khaldun meninggal pada usia 76 Tahun. Untuk menghormati nama besarnya dia dimakamkan di pemakaman sufi di Bab al-Nashr Kairo, yang merupakan makam para ulama dan orang-orang penting. Sebagai pelopor sosiologi, sejarah-filsafat, dan ekonomi-politik, karya-karyanya memiliki keaslian yang menajubkan. “Kitab al-I’bar” termasuk al-Taarif adalah buku sejarahnya yang monumental, berisi Muqaddimah serta otobiografinya. Bukunya dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama terkenal dengan muqaddimah, dalam bagian ini membicarakan tentang masyarakat, asal-usulnya, kedaulatan, lahirnya kota-kota dan desa-desa, perdagangan, cara orang mencari nafkah, dan ilmu pengetahuan. Bagian kedua kitab al-I’bar, terdiri dalam empat jilid, membicarakan tentang sejarah bangsa arab dan orang-orang muslim lainnya dan juga dinasti-dinasti pada masa itu, termasuk dinasti syiria, persia, seljuk, turki, yahudi, romawi, dan prancis. Dan bagian ketiga terdiri dari dua jilid, membicarakan bangsa barbar dan suku tetangga, otobiografi yaitu Al-Taarfi. II. Karya-Karya Ibnu Khaldun Adapun hasil karya-karyanya yang terkenal di antaranya adalah: a) Kitab Muqaddimah Merupakan buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial dan sejarahnya. b) Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. Atau “Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab, Non-Arab, dan Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan Mereka”, yang kemudian terkenal dengan kitab ‘Ibar, yang terdiri dari tiga buku dan beberapa jilid. c) Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-Ta’rif). Oleh orang-orang Barat disebut dengan Autobiografi, merupakan bagian terakhir dari kitab al-‘Ibar yang berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis autobiografinya secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling berhubungan antara satu dengan yang lain. d) Lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin. e) Syifa ‘al syail li Tahdz. III. Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Tokoh Ibnu Khaldun Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-semata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani. Tradisi penyeledikan ilmiah yang dilakukan oleh ibnu khaldun dimulai dengan menggunakan tradisi berfikir ilmiah dengan melakukan kritik atas cara berfikir “model lama” dan karya-karya ilmuwan sebelumnya, dari hasil penyelidikan mengenai karya-karya sebelumnya, telah memberikan kontribusi akademik bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang sahih, pengetahuan ilmiah memuat pengetahuan yang otentik. a. Tujuan Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. Menurut Ibnu Khaldun bahwa manusia itu secara esensial bodoh (jahil) layaknya seperti binatang, manusia hanya berupa setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan masih ditentukan rupa mentalnya. Artinya manusia itu adalah jenis hewan, namun Allah SWT telah membedakan manusia dan hewan dengan memberi akal pikiran kepada manusia. Pada mulanya manusia menggunakan akal pemilah, kemudian akal eksperimental dan akhirnya menggunakan akal kritis. Melalui akal pikiran inilah, manusia mampu bertindak secara teratur dan terencana. Menurut Ibnu Khaldun ada enam tujuan pendidikan, yaitu: 1. Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat potensi iman, sebagaimana dengan potensi-potensi lain. 2. Menyiapkan seseorang dari segi akhlak. 3. Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial. 4. Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan. 5. Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu, dan 6. Menyiapkan seseorang dari segi kesenian. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk mendapatkan keahlian. Ibnu Khaldun telah memberikan porsi yang sama antara tujuan apa yang akan dicapai dalam urusan ukhrowi dan duniawi, karena baginya pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rezeki. Atas dasar itulah Ibnu Khaldun beranggapan bahwa target pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia memandang aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu dan kematangan berfikir adalah alat bagi kemajuan ilmu industri dan sistem sosial. Pandangan Ibnu Khaldun tentang Pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan yaitu: 1) Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang tertentu. 2) Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman. 3) Pembinaan pemikiran yang baik. b. Materi Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu: 1) Ilmu-Ilmu Tradisional (Naqliyah) Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits. Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi. 2) Ilmu-Ilmu Filsafat atau Rasional (Aqliyah) Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia. Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu: 1. Ilmu logika, 2. Ilmu fisika, 3. Ilmu metafisika, dan 4. Ilmu matematika termasuk didalamnya ilmu, geografi, aritmatika dan al-jabar, ilmu music, ilmu astronomi, dan ilmu nujuum. Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya. Setelah mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah: 1. Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam. 2. Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika). 3. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama. 4. Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika. Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama itu adalah merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari ilmu itu sendiri. Sedangkan kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu alat) adalah merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan pertama. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu syari’at (agama) dan ilmu ‘Aqliyah (filsafat). Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama, hal itu ditinjau dari segi kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya untuk hidup dengan seimbang namun dia juga meletakkan ilmu aqliyah (filsafat) di tempat yang mulia sejajar dengan ilmu agama. c. Metode Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya. Ciri-ciri perkembangan peserta didik dan suasana alam di sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka. Metode pendidikan sama halnya dengan metode pembelajaran (pengajaran), yang mana pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode pendidikan terungkap lewat empat sikap reaktifnya terhadap gaya para pendidik (guru) dimasanya dalam dasar empat dasar persoalan pendidikan. 1) Kebiasaan mendidik dengan metode “indoktrinasi” terhadap anak-anak didik, para pendidik memulai dengan masalah-masalah pokok yang ilmiah untuk diajarkan kepada anak-anak didik tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka untuk menerima dan menguasainya. Maka Ibnu Khaldun lebih memilih metode secara gradual sedikit demi sedikit, pertama-tama disampaikan permasalahan pokok tiap bab, lalu dijelaskan secara global dengan mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan kesiapan anak didik, hingga selesai materi per-bab. 2) Memilah-milah antara ilmu-ilmu yang mempunyai nilai instrinsik, semisal ilmu-ilmu keagamaan, kealaman, dan ketuhanan, dengan ilmu-ilmu yang instrumental, semisal ilmu-ilmu kebahasa-Araban, dan ilmu hitung yang dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta logika yang dibutuhkan oleh filsafat. 3) Ibnu Khaldun tidak menyukai metode pendidikan yang terkait dengan strategi berinteraksi dengan anak yang “militeristik” dan keras, anak didik harus seperti ini dan seperti itu, karena berdampak buruk bagi anak didik berupa munculnya kelainan-kelainan psikologis dan perilaku nakal. 4) Ibnu Khaldun mengajarkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik yang utama. Selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka pemukulan tidak boleh lebih dari tiga kali. Ibnu Khaldun memberikan sedikitnya ada dua bentuk pembelajaran yaitu: 1) Tahapan Pembelajaran Pembelajaran yang efektif dan efisien terhadap peserta dpembelajaran yang efektif dan efisien terhadap peserta didik apabila dilakukan secara berangsur-angsur, setapak-demi setapak dan apabila dilakukan secara berangsur-angsur. Berkaitan dengan itu semua ibnu khaldun menganjurkan agar para guru dan orang tua sebagai pendidik seharusnya berlaku sopan dan adil dalam mengingatkan siswa, lain dari itu ibnu khaldun membolehkan memukul siswa apabila dalam keadaan memaksa akan tetapi pukulan tersebut tidak lebih tiga kali. Dalam literatur yang lainnya lagi dengan metode pengajaran ini ibnu khaldun menjelaskan bahwa tiap-tiap pemikiran dan ilmu akan mengembangkan pada akal yang cerdas, lebih lnjut beliau menjelaskan ilmu berhitung tidak sama dengan metode problem-problem kemasyarakatan dan falsafah atau sejarah, dari sini seorang pendidik harus mampu mengklasifikasi mata pelajaran dan metode pengajaran. 2) Concertie Method (Metode Pemusatan) Dalam kaitan ini komponen pendidikan sama-sama dituntut untuk lebih fokus pada satu atau dua pilihan bidang pendidikan saja, baik guru, para orang tua dan siswa. Dalam beberapa referensi yang ada sepertinya sosok ibnu khaldun adalah seorang yang menjunjung tinggi metode itu (specialisasi pelajaran) dan telaten. Selain metode diatas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya menjelaskan bahwa didalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya: a. Memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik. b. Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci. c. Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna. Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan metode ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar. Disamping metode diskusi Isbnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya. d. Pendidik Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan psikologis peserta didik. Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk mengenal setiap individu peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik. Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cakupan pendidikan. Ibnu Kholdun menganjurkan agar para guru bersikap dan berperilaku penuh kasih sayang kepada peserta didiknya, mengajar mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian, tidak menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap demikian dapat membahayakan peserta didik, bahkan dapat merusak mental mereka, peserta didik bisa menjadi berlaku bohong, malas dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena didorong rasa takut dimarahi guru atau takut dipukuli. Dalam hal ini, keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam pendidikan, sebab para peserta didik menurut Ibnu Kholdun lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan dan peneladanan serta nilai-nilai luhur yang mereka saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi oleh nasehat, pengajaran atau perintah-perintah. Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu: 1. Prinsip pembiasaan. 2. Prinsip tadrij (berangsur-angsur). 3. Prinsip pengenalan umum (generalistik). 4. Prinsip kontinuitas. 5. Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik. 6. Menghindari kekerasan dalam mengajar. e. Peserta Didik Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian- bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan. Pada dasarnya peserta didik adalah: a) Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek metode, mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan sebagainya. b) Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya. c) Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang harus dipenuhi. d) Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (diferensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada. e) Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohani memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal maka proses pendidikan hendaknya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah. f) Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. IV. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh Ibnu Khaldun Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 faktor pendidikan yang ditawarkan Ibnu Khaldun yakni tujuan, pendidik, peserta didik, metode pengajaran dan materi pendidikan. Semua komponen pendidikan tersebut sesuai dengan konsep pemikiran para ahli pendidikan sekarang. Namun, ada beberapa pemikiran beliau yang berbeda dengan para ahli pendidikan yakni tentang tujuan pendidikan. Disini pemikiran Ibnu Khaldun lebih kepada realistis. Bahwa pendidikan bukan hanya untuk mengangkat derajat manusia. Namun, agar manusia mampu memperoleh penghasilan dan menghasilkan industri-indutri untuk eksistensi hidup manusia selanjutnya. Selain itu, pemikiran beliau tentang jangan berhenti terlalu lama dalam proses belajar, belum ditemukan dalam teori para ahli pendidikan masa sekarang. Serta hal-hal yang menghambat proses pendidikan belumlah berlaku pada masa sekarang yakni tentang banyaknya buku dan banyaknya ringkasan. Konsep pemikiran Ibnu Khaldun juga sangat relevan dengan konsep pendidikan masa sekarang, dan sangat cocok untuk diterapkan dalam kegiatan belajar dimana pun. Keunikan pemikiran Ibnu Khaldun bila dibandingkan dengan ahli pendidikan pada masanya bahwa apakah prestasi dan keberhasilan dalam pembelajaran hingga kini masih diperdebatkan, ditentukan oleh bawaan atau kemampuan hasil belajar, dan Ibnu Khaldun tampaknya cenderung pada pendapat terakhir yaitu hasil kemampuan. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata. Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-semata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani. Karya-karya Ibnu Kaldun antara lain: a. Kitab Muqaddimah. b. Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. c. Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-Ta’rif). d. Lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin e. Syifa ‘al syail li Tahdz. Menurut Ibnu Khaldun Ada Enam Tujuan Pendidikan, yaitu : a) Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat potensi iman, sebagaimana dengan potensi-potensi lain. b) Menyiapkan seseorang dari segi akhlak. c) Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial. d) Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan. e) Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu, dan f) Menyiapkan seseorang dari segi kesenian. DAFTAR PUSTAKA Abu Al Maira, http://jaksite.wordpress.com/biografi. Ibnu Khaldun, diunduh pada tanggal 8 mei 2015. Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Rosda Karya, 1995. http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_khaldun Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka firdaus, 2003 Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus. 2003. Sulaiman, Fathiyah Hasan, 1987, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan, (Bandung: Diponegoro). 1987. Syarifudin Jurdi, Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun, (POKJA :’UIN Sunan Kalijaga, 2008) hlm.17.

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses membimbing, membina, mengajarkan manusia agar manusia dapat mengetahui berbagai hal, dan dapat mengetahui apa yang seharusnya dilakukan olehnya sebagai makhluk yang disebut manusia, oleh karena itu pendidikan merupaksia, dengan adanya



 pendidikan manusia akan mampu melakukan apapun yang dia inginkan, dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi dalam dirinya serta mengembangkan akal pikirannya sehingga dalam melakukan segala sesuatu manusia tidak mengalami kesalahan yang fatal.

B.  Rumusan Masalah
1.   Siapakah Ibnu Khaldun?
2.   Apa Karya-Karya Ibnu Khaldun?
3.   Bagaimana Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun?
4.   Bagaimana Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh Ibnu Khaldun dengan Pendidikan Masa Kini?

C. Tujuan dan Kegunaan
1.   Mengetahui ibnu khaldun secara lebih dekat.
2.   Mengetahui karya-karya Ibnu Khaldun.
3.   Mengetahui pemikiran ibnu khaldun tentang Pemikiran Pendidikan Islam.
4.   Untuk memenuhi tugas Filsafat Pendidikan I





BAB II
PEMBAHASAN

I.    Biografi Tokoh Ibnu Khaldun
Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata. 
Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd ‘Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H. Atau 27 Mei 1332 M, wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alqur’an sejak usia dini, selain itu beliau juga membahas tentang pendidikan islam. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah.
Beliau masih memiliki garis keturunan dengan Wail bin Hajar, salah seorang sahabat Nabi Saw. Wail bin Hajar pernah meriwayatkan sejumlah hadith serta pernah dikirim nabi untuk mengajarkan agama Islam kepada para penduduk daerah itu. Pada abad ke-8 M Khalid bin Utsman datang ke Andalusia bersama pasukan arab penakluk wilayah bagian selatan Spanyol. Khalid kemudian lebih dikenal panggilan Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang Andalusia dan Afrika Barat Laut yakni dengan penambahan pada akhir nama dengan “uns” sebagai pernyataan penghargaan kepada keluarga penyandangnya. Dengan demikian Khalid menjadi Khaldun.
Guru pertama ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Dia belajar membaca dan menghafal al-Qur’an. Dia fasih dalam qira’at sab’ah (tujuh cara membaca al-Qur’an), dia memperlihatkan caranya yang seimbang dan merata antara mata pelajaran tafsir, hadith, fiqih dan gramatika bahasa arab yang diambilnya dari sejumlah guru yang ada di Tunisia).
Ibnu Khaldun mulai berkarir dalam bidang pemerintahan dan politik di kawasan Afrika Barat Laut dan Andalusia selama hampir seperempat Abad. Dalam kurun waktu itu dari sepuluh kali dia pindah jabatan dari satu dinasti ke dinasti yang lain. Jabatan pertaman Ibnu Khaldun pertama adalah sebagai anggota Majlis keilmuwan Sultan Abu Inal dari Bani Marin di ibu kota Fez. Kemudian dia diangkat menjadi sekertaris Sultan  pada Tahun 1354.
Selain di dunia politik, Ibnu Khaldun juga mengajarkan ilmunya di masjid. Kemudian dia pindah ke Biskarah. Dari Biskarah kembali ke Andalusia baru dan menuju Tilimsan tahun 1374 M. Di Tilimsan ini ibnu Khaldun menemukan tempat untuk menulis dan membaca di rumah bani Arif di dekat benteng Qal’at Ibn Salamah sebagai tempat tinggal dan tinggal di Istana Ibnu Salamah. Di tempat inilah selama empat tahun dia memulai karnya yang terkenal dengan Kitab al-Ibar (sejarah Universal).
Ibnu Khaldun meninggal pada usia 76 Tahun. Untuk menghormati nama besarnya dia dimakamkan di pemakaman sufi di Bab al-Nashr Kairo, yang merupakan makam para ulama dan orang-orang penting.
Sebagai pelopor sosiologi, sejarah-filsafat, dan ekonomi-politik, karya-karyanya memiliki keaslian yang menajubkan. “Kitab al-I’bar” termasuk al-Taarif adalah buku sejarahnya yang monumental, berisi Muqaddimah serta otobiografinya. Bukunya dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama terkenal dengan muqaddimah, dalam bagian ini membicarakan tentang masyarakat, asal-usulnya, kedaulatan, lahirnya kota-kota dan desa-desa, perdagangan, cara orang mencari nafkah, dan ilmu pengetahuan. Bagian kedua kitab al-I’bar, terdiri dalam empat jilid, membicarakan tentang sejarah bangsa arab dan orang-orang muslim lainnya dan juga dinasti-dinasti pada masa itu, termasuk dinasti syiria, persia, seljuk, turki, yahudi, romawi, dan prancis. Dan bagian ketiga terdiri dari dua jilid, membicarakan bangsa barbar dan suku tetangga, otobiografi yaitu Al-Taarfi.



II.   Karya-Karya Ibnu Khaldun
Adapun hasil karya-karyanya yang terkenal di antaranya adalah:
a)   Kitab Muqaddimah
Merupakan buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial dan sejarahnya.
b)   Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar.
Atau “Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab, Non-Arab, dan Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan Mereka”, yang kemudian terkenal dengan kitab ‘Ibar, yang terdiri dari tiga buku dan beberapa jilid.
c)   Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-Ta’rif).
Oleh orang-orang Barat disebut dengan Autobiografi, merupakan bagian terakhir dari kitab al-‘Ibar yang berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis autobiografinya secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling berhubungan antara satu dengan yang lain.
d)  Lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin.
e)   Syifa ‘al syail li Tahdz.

III.   Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Tokoh Ibnu Khaldun
Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-semata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani.
Tradisi penyeledikan ilmiah yang dilakukan oleh ibnu khaldun dimulai dengan menggunakan tradisi berfikir ilmiah dengan melakukan kritik atas cara berfikir “model lama” dan karya-karya ilmuwan sebelumnya, dari hasil penyelidikan mengenai karya-karya sebelumnya, telah memberikan kontribusi akademik bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang sahih, pengetahuan ilmiah memuat pengetahuan yang otentik.
a.       Tujuan
Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. Menurut Ibnu Khaldun bahwa manusia itu secara esensial bodoh (jahil) layaknya seperti binatang, manusia hanya berupa setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan masih ditentukan rupa mentalnya. Artinya manusia itu adalah jenis hewan, namun Allah SWT telah membedakan manusia dan hewan  dengan memberi akal pikiran kepada manusia. Pada mulanya manusia menggunakan akal pemilah, kemudian akal eksperimental dan akhirnya menggunakan akal kritis. Melalui akal pikiran inilah, manusia mampu bertindak secara teratur dan terencana.
Menurut Ibnu Khaldun ada enam tujuan pendidikan, yaitu:
1.      Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat potensi iman, sebagaimana dengan potensi-potensi lain.
2.      Menyiapkan seseorang dari segi akhlak.
3.      Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial.
4.      Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan.
5.      Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu, dan
6.      Menyiapkan seseorang dari segi kesenian.
                              Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan bukan hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk mendapatkan keahlian.
                 Ibnu Khaldun telah memberikan porsi yang sama antara tujuan apa yang akan dicapai dalam urusan ukhrowi dan duniawi, karena baginya pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rezeki. Atas dasar itulah Ibnu Khaldun beranggapan bahwa target pendidikan adalah memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia memandang aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu dan kematangan berfikir adalah alat bagi kemajuan ilmu industri dan sistem sosial.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang Pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan yaitu:
1)   Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang tertentu.
2)   Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman.
3)   Pembinaan pemikiran yang baik.

b.       Materi
                Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:
1)       Ilmu-Ilmu Tradisional (Naqliyah)
Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.
Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi.
2)       Ilmu-Ilmu Filsafat atau Rasional (Aqliyah)
  Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban umat manusia di dunia.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu yaitu:
1.      Ilmu logika,
2.        Ilmu fisika,
3.       Ilmu metafisika, dan
4.      Ilmu matematika termasuk didalamnya ilmu, geografi, aritmatika dan al-jabar, ilmu music, ilmu astronomi, dan ilmu nujuum.
Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya. Setelah mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:
1.   Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.
2.   Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika).
3.   Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.
4.   Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.
     Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama itu adalah merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari ilmu itu sendiri. Sedangkan kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu alat) adalah merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan pertama. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu syari’at (agama) dan ilmu ‘Aqliyah (filsafat).
     Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama, hal itu ditinjau dari segi kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya untuk hidup dengan seimbang namun dia juga meletakkan ilmu aqliyah (filsafat) di tempat yang mulia sejajar dengan ilmu agama.
c.       Metode
Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya. Ciri-ciri perkembangan peserta didik dan suasana alam di sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.
Metode pendidikan sama halnya dengan metode pembelajaran (pengajaran), yang mana pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode pendidikan terungkap lewat empat sikap reaktifnya terhadap gaya para pendidik (guru) dimasanya dalam dasar empat dasar persoalan pendidikan.
1)      Kebiasaan mendidik dengan metode “indoktrinasi” terhadap anak-anak didik, para pendidik memulai dengan masalah-masalah pokok yang ilmiah untuk diajarkan kepada anak-anak didik tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka untuk menerima dan menguasainya. Maka Ibnu Khaldun lebih memilih metode secara gradual sedikit demi sedikit, pertama-tama disampaikan permasalahan pokok tiap bab, lalu dijelaskan secara global dengan mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan kesiapan anak didik, hingga selesai materi per-bab.
2)      Memilah-milah antara ilmu-ilmu yang mempunyai nilai instrinsik, semisal ilmu-ilmu keagamaan, kealaman, dan ketuhanan, dengan ilmu-ilmu yang instrumental, semisal ilmu-ilmu kebahasa-Araban, dan ilmu hitung yang dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta logika yang dibutuhkan oleh filsafat.
3)      Ibnu Khaldun tidak menyukai metode pendidikan yang terkait dengan strategi berinteraksi dengan anak yang “militeristik” dan keras, anak didik harus seperti ini dan seperti itu, karena berdampak buruk bagi anak didik berupa munculnya kelainan-kelainan psikologis dan perilaku nakal.
4)      Ibnu Khaldun mengajarkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik yang utama. Selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka pemukulan tidak boleh lebih dari tiga kali.
Ibnu Khaldun memberikan sedikitnya ada dua bentuk pembelajaran yaitu:
1)      Tahapan Pembelajaran
Pembelajaran yang efektif dan efisien terhadap peserta dpembelajaran yang efektif dan efisien terhadap peserta didik apabila dilakukan secara berangsur-angsur, setapak-demi setapak dan apabila dilakukan secara berangsur-angsur.
Berkaitan dengan itu semua ibnu khaldun menganjurkan agar para guru dan orang tua sebagai pendidik seharusnya berlaku sopan dan adil dalam mengingatkan siswa, lain dari itu ibnu khaldun membolehkan memukul siswa apabila dalam keadaan memaksa akan tetapi pukulan tersebut tidak lebih tiga kali.
Dalam literatur yang lainnya lagi dengan metode pengajaran ini ibnu khaldun menjelaskan bahwa tiap-tiap pemikiran dan ilmu akan mengembangkan pada akal yang cerdas, lebih lnjut beliau menjelaskan ilmu berhitung tidak sama dengan metode problem-problem kemasyarakatan dan falsafah atau sejarah, dari sini seorang pendidik harus mampu mengklasifikasi mata pelajaran dan metode pengajaran.
2)      Concertie Method (Metode Pemusatan)
Dalam kaitan ini komponen pendidikan sama-sama dituntut untuk lebih fokus pada satu atau dua pilihan bidang pendidikan saja, baik guru, para orang tua dan siswa. Dalam beberapa referensi yang ada sepertinya sosok ibnu khaldun adalah seorang yang menjunjung tinggi metode itu (specialisasi pelajaran) dan telaten.
      Selain metode diatas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya menjelaskan bahwa didalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya:
a.   Memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik.
b.   Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.
c.    Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna.
Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan metode ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih untuk berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar.
Disamping metode diskusi Isbnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain, disamping dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang dipelajarinya.

d.      Pendidik
Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan psikologis peserta didik. Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk mengenal setiap individu peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik.
Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cakupan pendidikan.
Ibnu Kholdun menganjurkan agar para guru bersikap dan berperilaku penuh kasih sayang kepada peserta didiknya, mengajar mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian, tidak menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap demikian dapat membahayakan peserta didik, bahkan dapat merusak mental mereka, peserta didik bisa menjadi berlaku bohong, malas dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena didorong rasa takut dimarahi guru atau takut dipukuli.
Dalam hal ini, keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam pendidikan, sebab para peserta didik menurut Ibnu Kholdun lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan dan peneladanan serta nilai-nilai luhur yang mereka saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi oleh nasehat, pengajaran atau perintah-perintah.
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan metode mengajar yang efektif dan efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu:
1.      Prinsip pembiasaan.
2.      Prinsip tadrij (berangsur-angsur).
3.      Prinsip pengenalan umum (generalistik).
4.      Prinsip kontinuitas.
5.      Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik.
6.      Menghindari kekerasan dalam mengajar.

e.       Peserta Didik
Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian- bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.
Pada dasarnya peserta didik adalah:
a)   Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek metode, mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan sebagainya.
b)   Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan pertumbuhan. Aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
c)   Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang harus dipenuhi.
d)  Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (diferensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.
e)   Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohani memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal maka proses pendidikan hendaknya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f)    Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
IV.    Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh Ibnu Khaldun
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 faktor pendidikan yang ditawarkan Ibnu Khaldun yakni tujuan, pendidik, peserta didik, metode pengajaran dan materi pendidikan. Semua komponen pendidikan tersebut sesuai dengan konsep pemikiran para ahli pendidikan sekarang. Namun, ada beberapa pemikiran beliau yang berbeda dengan para ahli pendidikan yakni tentang tujuan pendidikan.
Disini pemikiran Ibnu Khaldun lebih kepada realistis. Bahwa pendidikan bukan hanya untuk mengangkat derajat manusia. Namun, agar manusia mampu memperoleh penghasilan dan menghasilkan industri-indutri untuk eksistensi hidup manusia selanjutnya. Selain itu, pemikiran beliau tentang jangan berhenti terlalu lama dalam proses belajar, belum ditemukan dalam teori para ahli pendidikan masa sekarang. Serta hal-hal yang menghambat proses pendidikan belumlah berlaku pada masa sekarang yakni tentang banyaknya buku dan banyaknya ringkasan. Konsep pemikiran Ibnu Khaldun juga sangat relevan dengan konsep pendidikan masa sekarang, dan sangat cocok untuk diterapkan dalam kegiatan belajar dimana pun.
Keunikan pemikiran Ibnu Khaldun bila dibandingkan dengan ahli pendidikan pada masanya bahwa apakah prestasi dan keberhasilan dalam pembelajaran hingga kini masih diperdebatkan, ditentukan oleh bawaan atau kemampuan hasil belajar, dan Ibnu Khaldun tampaknya cenderung pada pendapat terakhir yaitu hasil kemampuan.








BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-semata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani.
Karya-karya Ibnu Kaldun antara lain:
a.    Kitab Muqaddimah.
b.   Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar.
c.    Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-Ta’rif).
d.    Lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin
e.    Syifa ‘al syail li Tahdz.
Menurut Ibnu Khaldun Ada Enam Tujuan Pendidikan, yaitu :
a)      Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat potensi iman, sebagaimana dengan potensi-potensi lain.
b)      Menyiapkan seseorang dari segi akhlak.
c)      Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial.
d)     Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan.
e)      Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu, dan
f)       Menyiapkan seseorang dari segi kesenian.


























DAFTAR PUSTAKA

Abu Al Maira, http://jaksite.wordpress.com/biografi. Ibnu Khaldun, diunduh pada tanggal 8 mei 2015.
Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Rosda Karya, 1995.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_khaldun
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka firdaus, 2003
Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus. 2003.
Sulaiman, Fathiyah Hasan, 1987, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan, (Bandung: Diponegoro). 1987.
Syarifudin Jurdi, Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun, (POKJA :’UIN Sunan Kalijaga, 2008) hlm.17.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar