AKTIVITAS KOMITE AUDIT
KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DAN BIAYA
DI
S
U
S
U
N
Oleh :
IRWANDI.HS ( 13120043 )
DOSEN PEMBIMBING:
AGUSMADI S.E.MSi
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH
2015/2016
Jln. Blang Bintang Lama KM. 8,5 Lampoh Keude, Aceh Besar
23372 Telp./Fak :(0651) 34488
U
S
U
N
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT
yang mana dengan rahmat dan hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam semoga tercurahkan selalu pada junjungan kita
Nabi Muhammad SAW.
Makalah tentang rencana ini
penulis susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Akuntansi Keuangan, Fakultas Ekonomi ABULYATAMA
ACEH.
Terima kasih penulis sampaikan
kepada Bapak Agusmadi.SE.M.Si.Ak selaku dosen mata kuliah Seminar
Akuntansi Keuangan atas bimbingannya, juga kepada teman-teman yang memberikan kritik
dan saran mengenai makalah ini.
Dalam makalah ini mungkin
terdapat kekurangan yang tidak sengaja penulis melakukannya. Oleh karena itu
penulis mohon maklum dan meminta saran dan kritiknya untuk hasil yang lebih
baik lagi.
Ahir kata semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Banda Aceh, November 2016
Penulis
IRWANDI.HS
BAB
I
PENDAHULUAN
Perhatian
ke masalah corporate governance
mengalami peningkatan pesat sejak beberapa kasus kegagalan perusahaan listing
di BEI. Komite audit dan kepemilikan saham dianggap menjadi alternatif yang
dipilih untuk mengatasi masalah corporate
governance dan akuntabilitas perusahaan yang lebih tinggi
(Verschoor,1993).Panel (2004) dan Abbott and Parker (2000) menyatakan bahwa
audit komite merupakan elemen penting dalam corporate
governance dan dalam menjamin kualitas pelaporan keuangan. Telah ada
berbagai penelitian mengenai pengaruh barbagai faktor corporate governance atas pelaporan keuangan dan kualitas audit dan
tingkat biaya audit (Gul and Tsui 2001, Carcello et al, 2002; Abbott et al, 2003; Tsui et al, 2001). Berbagai penelitian ini dilakukan
karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian sehingga terdapat masalah
keagenan (agencyproblems) atas kualitas angka-angka akuntansi yang dilaporkan.
Konflik keagenan muncul saat pihak manajemen terpisah dari pemilik. Pihak
manajemen bertindak atas kepentingan pribadi dan memberikan hasil laporan keuangan yang keliru dengan
alasan„oportunistis‟ meski hal itu berarti merugikan kepentingan
para pemegang saham (Jensen and Meckling, 1976). Peranan
kualitas audit yang tinggi sangat penting untuk memeriksa dan membatasi
perilaku manajerial oportunistik (Becker et al, 1998).
Pemegang
saham dengan tingkat kepemilikan saham yang besar, baik oleh perorangan, maupun
institusional, akan secara aktif memonitor manajemen perusahaan dan membatasi
fleksibilitas akuntansi untuk menghasilkan laporan keuangan yang menyimpang
untuk kepentingan pribadi. Pada situasi ini, dampak negatif dari masalah
keagenen (agency problem) dan risiko bawaan (inherent risk) dari salah saji material
dalam pelaporan keuangan akan berkurang. Pada klien tersebut, auditor akan
menetapkan risiko audit lebih rendah sehingga aktivitas audit juga lebih rendah yang
pada akhirnya memberikanbiaya audit lebih rendah. Selain itu, dengan
tingkat kepemilikan oleh manajemen yang tinggi mendorong manajer menghasilkan
informasi yang lebih relevan dibandingkan hanya menyusun angka akuntansi secara
oportunis demi kepentingan pribadi.
Hal ini mengakibatkan hilangnya risiko
inheren dari salah saji material sehingga mengurangi risiko audit
dan biaya audit.
Permintaan untuk jasa audit dan audit yang berkualitas merupakan usaha yang
efisien untuk contracting problem
(Watts and Zimmerman,1986).
Penelitian
ini akan melakukan analisis berdasarkan argumen monitoring dari pemegang saham
dan mengusulkan bahwa pemegang saham besar secara aktif mengawasi dan
berpengaruh terhadap pilihan metode akuntansi dan strategi
untuk menghasilkan informasi keuangan. Dalam
mengembangkan argumen, peneliti mempertimbangkan pengaruh, baik faktor supply
maupun faktor demand karena keduanya memungkinkan terjadinya hubungan yang
bertentangan antara karakteristik
kepemilikan dengan biaya audit. Faktor supply terkait dengan permintaan akan
audit yang berkualitas tinggi yang diminta oleh pemegang saham sedangkan faktor
demand terkait dengan dimintanya audit berkualitas tinggi karena manajemen ingin memberikan sinyal
positif atas hasil kinerjanya.
Peneliti
berpendapat bahwa hubungan antara struktur kepemilikan dan biaya audit juga ada dari sudut pandang demand-side. Dari satu sisi,
pemegang saham yang kompleks akan meminta manajer perusahaan untuk menggunakan
jasa audit berkualitas tinggi sebagai jaminan deteksi kecurangan laporan
keuangan yang ada. Di sisi lain, manajer dapat membeli jasa audit berkualitas
tinggi dan luas untuk meningkatkan kredibilitas informasi laporan keuangan
untuk menarik minat investor dan pemegang saham besar. Selain itu, manajer
ingin menciptakan persepsi (penilaian) positif untuk memperoleh berbagai
manfaat ekonomi. Oleh karena itu, biaya audit ditentukan baik oleh faktor
demand maupun supply.
Komite
audit bukan bersifat wajib (mandatory) dan tidak selalu ada pada perusahaan
kecil,namun komite audit wajib ada pada perusahaan publik sesuai aturan
BAPEPAM. Peran komite audit
dalam corporate governance makin penting. Dalam peraturan Bapepam IX.1.5 tahun
2012 menekankan pada peran
komite audit dalampengawasan pada proses pelaporan
keuangan dan mengawasi hubungan antara manajemen perusahaan dan auditor
eksternal. Pada peraturan Bapepam tersebut telah menyebutkan mengenai komposisi
dan aktivitas komite audit. Tanggung jawab komite audit meliputi: mengawasi
laporankeuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian
internal (termasuk audit internal). Dari ketiga tanggung jawab tersebut,
pengawasan pada laporan keuangan dan pengawasan pada audit
eksternal adalah yang berkaitan
dengan biaya audit. Pengawasan pada laporan keuangan meliputi review laporan keuangan dan kebijakan akuntansi. Komite
Audit merupakan sub-komite dewan direksi utama dari perusahaan, biasanya
terbentuk dari direktur non eksekutif
dan bertanggung jawab pada
hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan keuangan dan
audit (Spira LF, 1999).
Penelitian
ini mengacu pada penelitian Santanu, Hossain and Deis (2007) mengenai hubungan
empiris antara karakteristik kepemilikan dan biaya audit. Namun dalam
penelitian Santanu, variabel komite audit digunakan sebagai variabel kontrol
yang diukur dengan dummy (ada atau
tidak). Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan variabel komite audit
sebagai variabel independen yang diukur dengan jumlahrapat komite audit yang
telah dilakukan oleh perusahaan sampel. Peneliti
berargumen bahwa jumlah rapat dapat sebagai indikator terhadap tingkat
pengawasan dan tingkat efektivitas dari komite audit sebagai salah satu elemen
pelaksanaan Good
Corporate Governance (GCG). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pengaruh aktivitas komite audit terhadap biaya audit dan menganalisis perbedaan pengaruh
kepemilikan institusional blockholder dan kepemilikan
institusional diffused terhadap biaya audit.
Berdasarkan
penjelasan di atas maka menarik untuk dilakukan penelitian pengaruh
aktivitas komite audit dan kepemilikan institusional terhadap biaya
audit. Penelitian ini juga akan menggunakan beberapa
variabel kontrol yaitu jumlah anak perusahaan (SUB) dan FOREIGN sebagai proxy
dari audit complexity (Carcello et al.,2002; Mitra, 2007),
Leverage sebagai proxy dariresiko keuangan (Abbott et al (2003), LOSS sebagai
proxy dari profitabilitas (Sharma et al,2009; Adelopo,2012), Opinion dan
Quality (audit quality) (Palmrose (1986), Barkess&Simnett (1994)) sebagai
tambahan variabel kontrol yang diperkirakan akan ikut mempengaruhi biaya audit.
BAB II
PEMBAHASAN
Jensen
dan Meckling (1976) dan Scott (1997) menggambarkan hubungan keagenan (agency relationship) sebagai hubungan
yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan antara principal yang
menggunakan agen untuk melakukan jasa yang menjadi kepentingan principal dalam
hal terjadi pemisahan kepemilikan dan kontrol perusahaan. Secara garis besar,
Jensen dan Meckling (1976) menggambarkan dua macam bentuk hubungan keagenan,
yaitu antara manajer dan pemegang saham, serta hubungan antara manajer dan
pemberi pinjaman (bondholders). Agar
hubungan kontraktual ini dapat berjalan lancar, principal akan mendelegasikan
otoritas pembuatan keputusan kepada agen dan hubungan ini juga perlu diatur
dalam suatu kontrak yang biasanya menggunakan angka-angka akuntansi yang
dinyatakan dalam laporan keuangan sebagai dasarnya. Pendesainan kontrak yang
tepat untuk menyelaraskan kepentingan agen dan principal dalam hal terjadi
konflik kepentingan inilah Masalah
keagenan (agency problem) sebenarnya
muncul ketika principal kesulitan untuk memastikan bahwa agen bertindak
untuk memaksimumkan kesejahteraan
principal. Sebagai contoh, agen dalam hal ini manajer memiliki insentif untuk
meningkatkan kesejahteraannya sendiri dengan menggunakan fasilitas yang dipercayakan
oleh pemegang saham atau dana yang diperoleh dari pemberi pinjaman (bondholders). Upaya untuk mengatasi atau mengurangi masalah
keagenan ini akan menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang akan ditanggung baik oleh principal maupun agen.
Jensen dan Mecling (1976) membagi biaya keagenan ini menjadi biaya pengawasan
(monitoring cost), biaya kewajiban (bonding
cost), dan kerugian residu (residual
loss).
Monitoring
cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor
perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen.
Contoh biaya ini adalah biaya audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi
manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-turan operasi. Sementara bonding cost
merupakan biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi
mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan principal.
Misalnya, biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan
keuangan kepada pemegang saham. Pemegang saham hanya akan mengijinkan biaya
kewajiban (bonding cost) terjadi jika biaya tersebut dapat mengurangi biaya
pengawasan. Sedangkan kerugian residu timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen
kadangkala berbeda dari tindakan yang memaksimumkan kepentingan principal.
Komite
adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar, untuk
mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus. Di
dalam perusahaan, komite sangat berguna untuk menangani masalah-masalah yang membutuhkan integrasi dan
koordinasi sehingga dimungkinkan permasalahan-permasalahan yang signifikan atau
penting dapat segera teratasi (Tugiman 1995). Manfaat komite audit yang
dibentuk sebagai sebuah komite khusus di perusahaan untuk mengoptimalkan fungsi
pengawasan yang sebelumnya merupakan tanggung jawab penuh dari dewan komisaris.
Hubungan yang erat antara komite audit dan dewan komisaris ini juga nampak
dalam kewajiban pelaporan komite audit. Komite audit bertanggung jawab kepada
dewan komisaris atas pelaksanaan tugas yang telah ditentukan dan wajib membuat
laporan kepada dewan komisaris atas setiap penggunaan yang diberikan (BAPEPAM
2004).
Pedoman
yang digunakan oleh penelitian ini mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh
komite audit adalah dari SAS No. 61 “Communi- cations with Audit Committee,” dan SAS No. 90“Audit Committee
Communications.”
Komite audit mendorong
terjadinya interaksi antara manajemen
dengan auditor eksternal, termasuk mengenai estimasi akuntansi, penilaian
(judgement) dari manajemen, dan ketidaksepakatan antara manajemen dan auditor
eksternal. Komite audit juga dapat mengevaluasi masalah
hukum dan peraturan pemerintah yang dapat mempengaruhi resiko perusahaan dan
laporan keuangan perusahaan.
Audit
Menurut
Abbott et.al (2003a) komite audit dapat melakukan tiga tindakan berikut berkaitan dengan auditor
eksternal dalam rangka menghasilkan
lingkup audit atau audit assurance yang lebih tinggi.
1. Anggota
komite dapat meminta manajemen untuk memilih auditor yang
terkenal denganreputasi tinggi. Abbott & Parker (2000) menemukan bahwa
perusahaan dengan komite audit yang semuanya anggota berasal dari dewan komisaris independen, yang bertemu (mengadakan rapat) minimal dua (2)
kali dalam setahun cenderung memilih auditor dari KAP Big
5.
2. Komite
audit dapat meminta lingkup audit yang lebih luas kepada auditor eksternal
(Simunic & Stein, 1996). Komite audit akan bertemu dengan
ketua auditor independenperusahaan dan manajemen untuk
mereview lingkup audit yang diusulkan pada tahun berjalan, prosedur audit yang
akan ditempuh dan pada tahap akhir audit, mereview temuan audit termasuk
komentar dan rekomendasi dari ketua
tim auditor independen. Bila memperluas
lingkup audit dikaitkan dengan meningkatnya kualitas, maka juga dapat dikatakan kualitas komite audit juga meningkat.
DeZoort (1997) menemukan bukti mengenai keterlibatan komite audit dengan tugas
audit eksternal, bahwa tugas utama anggota komite
audit adalah untuk mereview hasil pekerjaan auditor eksternal.
3. Komite
audit secara tidak langsung dapat mempengaruhi luasnya lingkup audit dengan
mengurangi ancaman manajemen
untuk mengganti auditor (Knapp 1985). Demikian pula,
pada saat penentuan lingkup audit (pada tahap perencanaan audit) sering
melibatkan negosiasi antara auditor dan manajemen, dan manajemen memiliki
keinginan untuk meminimalkan biaya audit (Knapp 1985; Emby danDavidson 1998).
Dengan adanya negosiasi ini, komite audit dapat melindungi auditor dari tekanan
manajemen untuk menyelesaikan audit dengan cepat, menerima representasi manajemen
tanpa bukti yang memadai atauruang lingkup audit yang terbatas, sehingga
mengurangi kewenangan auditor.
Komite
audit harus memiliki saluran komunikasi langsung dengan auditor eksternal untuk
membahas dan mengkaji
isu-isu spesifik yang sesuai.
Pertemuan rutin antara komite audit dan auditor eksternal membuatnya komite
audit akan tetap memiliki informasi dan pengetahuan
tentang isu-isu akuntansi dan audit yang relevan (Raghunandan et al. 2001).
Menon dan Williams (1994) menyatakan bahwa frekuensi rapat adalah sinyal mengenai ketekunan komite audit. Dari
peraturan Bapepam, menunjukkan bahwa: (1) frekuensi pertemuan merupakan
komponen penting dari aktivitas komite audit, dan (2) frekuensi pertemuan
sering digunakan sebagai proksi untuk ketekunan komite audit. Agar komite audit
menjadi efektif, maka diperlukan waktu dalam melaksanakan
tugasnya.
Penelitian
terbaru mendukung pentingnya frekuensi pertemuan komite audit. Beasley et al.(2000) menemukan bahwa
komite audit dari perusahaan yang
melakukan penipuan (fraud),
bertemu kurang sering daripada komite audit dari perusahaan non-fraud. Abbott
et al. (2003a) menemukan bahwa perusahaan dimana komite auditmelakukan
pertemuan setidaknya empat kali setiap tahun cenderung tidak menyajikan kembali
laporan keuangan auditan. Komite audit yang sering mengadakan pertemuan, lebih
memiliki informasi tentang masalah audit saat ini dan lebihrajin dalam
melaksanakan tugas-tugas mereka. Hal ini berarti bahwa komite audit yang sering
bertemu secara proaktif dan positif dapat mempengaruhi cakupan audit selama
tahapan audit. Komite audit yang efektif dapat dilihat oleh auditor sebagai
meningkatkan lingkungan control keseluruhan, sehingga mengurangi risiko pengendalian
auditor dan jumlah yang dihasilkan dari pekerjaan audit dianggap perlu (Tsui et al. 2001).
Menurut
Bursa Efek Indonesia, saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar
keuangan yang paling popular. Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan
perusahaan ketika memutuskan untuk
pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrumen investasi
yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat
keuntungan yang menarik.
Monks,
Robert AG & Minow (2011) menyatakan bahwa kepemilikan saham berkaitan
dengan hak suara dalam suatu perusahaan sesuai dengan proporsi kepemilikannya. Struktur kepemilikan
menggambarkan para pihak pemegang saham dan porsi kepemilikan
yang dimiliki oleh
investor dalam
perusahaan, yang berkaitan dengan pengaruhnya di dalam perusahaan.
Dalam
struktur kepemilikan perusahaan, investor dapat berupa investor
individual atau perseorangan
dan investor institusional. Kepemilikan Instutisional dipengaruhi oleh jumlah
saham yang dimiliki oleh pihak institusi dari keseluruhan saham yang beredar.
Institusi yang dimaksud berupa perusahaan asuransi, perusahaan swasta atau
pemerintah, bank, mutual funds, yayasan, atau bentuk institusi lainnya (Monks,
Robert AG & Minow (2011).
Tingkat
kepemilikan saham instritusional yang besar akan mempengaruhi aktivitas
pengawasan yang dilakukan oleh para pemegang saham atas tindakan yang dilakukan
oleh perusahaan termasuk pada proses pelaporan keuang- an. Berdasarkan penelitian dari Carcello et al.2002; Abbott et al. 2003b)
memberikan bukti yangsesuai dengan demand-side perspective bahwa mekanisme tata
kelola (governance) mensyaratkan digunakannya jasa audit yang berkualitas
tinggi untuk mengurangi agency costs dan mengurangi kecenderungan adanya
kecurangan dalam pelaporan keuangan, yang mengakibatkan semakin tingginya biaya
audit. Penelitian lain dari Gul and Tsui (1998) dan Tsui et al (2001),
memberikan bukti terkait dengan supply-side (risk-based) perspective bahwa
faktor tata kelola (governance) dapat
mengurangi masalah keagenan dalam pelaporan keuangan dan mengurangi resiko
salah saji akuntansi, sehingga lingkup pekerjaan audit menjadi lebih sempit
yang pada akhirnya akan menurunkan biaya audit.
Kane and
Velury (2004) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan institutional
maka cenderung akan makin mendorong perusahaan emiten membeli jasa audit dari
kantor akuntan publik besar untuk mendapatkan hasil audit yang berkualitas. Hal
ini akan meningkatkan nilai perusahaan, yaitu dengan meningkatkan peringkat
kreditnya, mengurangi biaya utang (the
cost of debt) dan biaya modal secara keseluruhan (cost of capital), menarik investasi institusional dan pada akhirnya
akan meningkatkan kredibilitas perusahaan di pasar
saham. Dengan demikian, tercipta hubungan positif antara kepemilikan dengan
biaya audit.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Biaya Audit
Hasil
pekerjaan komite audit dapat meningkatkan reputasi direksi, tetapi juga dapat
memperburuk reputasi karena terjadinya salah saji di laporan keuangan. Ketika
komite audit menemukan salah saji yang material di laporan keuangan maka akan
menurunkan reputasi direksi, sebaliknya ketika komite audit menyatakan bahwa
laporan keuangan tidak mengandung salah saji material maka akan meningkatkan
reputasi dari direksi.
Pertemuan
yang teratur antara komite audit dan
auditor eksternal cenderung membuat komite audit tetap meng-up-to-date
informasi mengenai audit dan akuntansi. Terdapat rekomendasi dari NACD (national association of corporate director)
(Abbott et al. 2003) menyebutkan
bahwa: (1) frekuensi pertemuan merupakan komponen penting dari efektivitas
komite audit, (2) frekuensi pertemuan sering digunakan sebagai proxy kerajinan
dari komite audit. Beasley et al (2000) menyebutkan komite audit dari
perusahaan yang melakukan kecurangan bertemu
kurang sering dari pada komite audit dari perusahaan yang non- fraud (tidak melakukan kecurangan).
Abbott et al (2000) menemukan bahwa
perusahaan dengan komite audit yang bertemu minimal 4 kali dalam setahun
cenderung tidak menyajikan ulang laporan
keuangan auditan. Berdasarkan surat keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor:
Kep-643/BL/2012, Komite Audit mengadakan rapat secara berkala paling kurang
satu kali dalam 3 (tiga) bulan. Pembentukan Dan Pedoman Pelaksanaan Kerja.
Sedangkan berdasarkan peraturan ketua Bapepam nomor: KEP-29/PM/2004 yang
menyatakan bahwa komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama dengan
ketentuan minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar,
yaitu sekali dalam sebulan (Kharis dan Suhardjanto 2010). Semakin efektif
komite audit maka semakin kecil kecenderungan untuk menyajikan kembali laporan
keuangan yang berarti kemungkinan kecil laporan keuangan tersebut mengandung
salah saji yang material. Hal ini dapat memberikan pengaruh menurunkan biaya
audit.
Namun
terdapat pendapat lain yang bertentangan bahwa ada pengaruh positif aktivitas
komite audit terhadap biaya audit (Carcello et
al.2002; Adelopo etal. 2012). Hal ini terjadi karena komite audit
berkepentingan untuk memberikan sinyal efisiensi, menjaga reputasi, dan menghindari
resiko litigasi, sehingga memiliki konsekuensi, dimana makin sering komite
audit bertemu atau mengadakan rapat maka mereka akan tetap menjaga keinginan
dan mendesak manajemen untuk menjaga reputasi, dan menghindari resiko litigasi.
Komite audit akan meminta manajemen untuk membeli jasa audit berkualitas tinggi
sehingga akan meningkatkan biaya audit. Dari hasil yang bertentangan tersebut
maka peneliti menetapkan hipotesis sebagai berikut:
H1:
Terdapat pengaruh jumlah pertemuan komite audit terhadap biaya audit.
Pengaruh Kepemilikan Saham Institusional
Diffused – Blockholder Terhadap Biaya Audit
Kane and
velury (2004) berpendapat bahwa investor institusional berpengaruh terhadap
manajemen dalam 2 (dua) cara. Pertama, sebagai penyedia modal yang besar,
mereka berpengaruh terhadap perdagangan surat berharga sebesar persentase
tertentu sehingga berdampak pada harga pasar dari saham. Mereka juga mempunyai
pengaruh pada biaya modal perusahaan yang sangat penting bagi struktur modal
perusahaan dan merupakan komponen dalam penilaian perusahaan. Kedua, karena
kepemilikannya yang besar, investor institusional memiliki hak voting yang
dapat digunakan untuk mempengaruhi keputusan stratejik manajemen.
Investor
institusional biasanya memiliki informasi lebih baik dari pada investor individual karena dapat informasi
khusus yang berharga dan dianalisis tepat waktu. Untuk memenuhi tanggung jawab
fiduciary, institusi mengembangkan suatu kebijakan investasi dan terus menerus
memonitor portofolio. Peneliti berpendapat ketika pemegang saham institusional
secara individual memiliki kurang dari 20% saham biasa beredar, dikatakan menyebar
(diffused), tingkat pengawasan
terhadap perusahaan emiten akan lebih rendah daripada pemegang saham institusional
yang memiliki 20% atau lebih saham
biasa beredar (blockholder). Ketika tingkat
kepemilikan diffused pada investor institusional, pemegang saham cenderung
kurang ada keinginan dan kemampuan untuk memonitor aktivitas perusahaan. Namun,
apabila pemegang saham institusional meningkat, pemegang saham institusional
blockholder menjadi lebih berpengaruh,
memaksa perusahaanmelakukan audit
berkualitas tinggi untuk menghindari kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Jensen
dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa aktivitas pengawasan pemegang saham
besar akan lebih
intensif ketika terkonsentrasi
pada beberapa investor. Pengawasan aktif akanmengurangi resiko bawaan dan usaha
audit yang direncanakan akan berkurang sehingga biaya auditpun berkurang. Blockholder cenderung berinvestasi pada
perusahaan dengan review eksternal laporan keuangan berkualitas tinggi atau
tidakpada perusahaan yang melakukan manipulasi agresif. Manajemen juga akan
menggunakan jasa audit berkualitas tinggi untuk menarik investor besar.
Dari demand-side,
tingkat investasi oleh pemegang
saham institusional blockholder secara positif
berpengaruh terhadap biaya audit.
Dari supply-side, pemegang saham blockholder, secara aktif memonitor
perusahaan termasuk proses pelaporan
keuangan dan mengurangi risiko bawaan salah saji material, sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan biaya audit. Namun bagi pemegang saham kecil,
pemegang saham institusional diffused
tetap tidak tertarik dalam memonitor perusahaan termasuk keputusan stratejik
manajer dan akan menjual saham yang mereka miliki apabila mereka kurang puas
akan kinerja perusahaan. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan adalah:
H2:
Ceretis paribus, terdapat pengaruh kepemilikan institusional terhadap biaya
audit.
H3:
Ceretis paribus, terdapat beda pengaruh kepemilikan institusional diffused dan kepemilikan institusional
blockholder terhadap biaya audit.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
Populasi
penelitian ini meliputi semua perusahaan publik yang sahamnya terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI). Sedangkan, sampel yang akan dipergunakan dalam
penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu (purposive random sampling), yaitu
perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan dengan periode yang
berakhir 31 Desember selama periode pengamatan penelitian, tahun 2010 sampai
2013 (4 tahun); perusahaan yang mempunyai data kepemilikan saham, jumlah rapat
komite audit dalam setahun dan jumlah biaya audit (karena mayoritas perusahaan
tidak mencantumkan jumlah terinci biaya audit maka yang digunakan adalah professional fee). Pengambilan sampel
dalam penelitian ini dilakukan dengan metode penggabungan data (pooling data).
Data
yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari laporan tahunan
BEI di
internet dengan situs www.idx.co.iddan
publikasi lainnya yang terdiri data biaya audit (biaya professional), jumlah
pertemuan komite audit, kepemilikan institusional, jumlah anak perusahaan, anak perusahaan di
luar negeri, opini modified/unmodified,
total assets, leverage dan nama KAP yang digunakan.
Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah biaya audit sedangkan variabel bebasnya
antara lain kepemilikan institusional, aktivitas komite audit.
Selain itu, penelitian
ini menggunakan variabel jumlah anak perusahaan, dummy anak
perusahaan di luar negeri, dummy opini audit, leverage, dan ln total assets,
sebagai variabel kontrolnya.
Berikut disajikan
definisi dari masing-masing variable:
a.
Variabel Terikat
Penelitian
ini menggunakan biaya audit sebagai variabel terikatnya. Biaya audit diperoleh
dari angka professional fees yaitu
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk jasa profesi. Setelah itu, angka
professional fees di logaritma naturalkan.
b.
Variabel Bebas
Variabel
bebas yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1)
Jumlah pertemuan komite audit (KA_MEET)
Jumlah pertemuan komite
audit dalam penelitian ini diukur menggunakan jumlah rapat
komite audit dalam satu tahun. Data ini diperoleh dari laporan tahunan yang
dipublikasikan oleh perusahaan.
2)
Kepemilikan institusional (INS_OWN) Kepemilikan
institusional dalam penelitian ini menggunakan persentase saham yang dimiliki
oleh insitusi. Institusi disini berupa perusahaan asuransi, investasi, bank,
dan lembaga keuangan lainnya yang memang aktivitas
utamanya melakukan investasi saham untuk memperoleh return.
3)
Dummy
Kepemilikan Institusional (D_INST) Dummy
0 adalah kepemilikan institusional diffused (menyebar) yang mana kepemilikan
< 20%. Sedangkan, dummy1 adalah kepemilikan institusional blockholders yang mana
kepemilikannya ≥ 20%.
c.
Variabel Kontrol
Sebagai
tambahan atas variable independen, model juga akan memasukkan variable
controluntuk memoderasi karakteristik perusahaandan pengaruh audit yang independen.
Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1.
Anak perusahaan (SUB): akar dari jumlah anak
perusahaan yang dimiliki (Gul et al,2001; Carcello, 2002)
2. Adanya anak
perusahaan luar negeri(FOREIGN): dummy 1 untuk yang memiliki
anak perusahaan di luar negeri dan dummy0 untuk yang tidak memiliki.
3. Opini
audit (OPINI): dengan dummy 1 bagi perusahaan dengan unmodified opinion dan
dummy 0 untuk yang mendapatkan modified opinion.
4. Rasio
solvabilitas (LEV): diukur menggunakan rasio utang atau leverage
Leverage = long term debt / total assets
5. Kerugian
(LOSS): diukur dengan dummy 1 untuk perusahaan yang mengalami kerugian pada
periode amatan dan dummy 0 untuk yang tidak mengalami kerugian.
6. Kualitas
audit (QUALITY) = diukur menggunakan dummy, yang mana angka 1 menunjukkan
perusahaan diaudit oleh kantor akuntan publik big four dan dummy 0 menunjukkan
perusahaan diaudit oleh kantor akuntan publik non-big four. Kantor akuntan
publik yang termasuk big four antara lain:
a) Pricewater house
Coopers yang berafiliasi dengan Haryanto Sahari
b) Ernst
& Young yang berafiliasi dengan Purwantono,
Sarwoko,Sandjaja
c) Deloitte
Touche Tohmatsu yang berafiliasi dengan Osman Bing Satrio
d) KPMG
yang berafiliasi dengan Sidharta, Sidharta,Widjaja.
Jenis software yang digunakan untuk melakukan
regresi model ini adalah dengan Microsoft
Excel dan Eviews6.0. Analisis
data yang dilakukan adalah analisis statistika deskriptif dan analisis regresi
dengan data panel. Data panel merupakan penggabungan data time series dan cross section.
a) Analisis
Statistika Deskriptif
Analisis
statisktika deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu
data dalam penelitian, dalam hal ini meliputi seluruh variabel yang ada dalam
penelitian ini (Ghozali 2011).
b) Analisis
Data Panel
Berdasarkan
Widarjono (2009) dalam analisa model data panel, terdapat tiga metode yang
biasa digunakan untuk mengestimasi model regresi dengan E-Views, yaitu Pooled
OrdinaryLeast Square atau CommonEffect
Method (CEM), Fixed Effect Method
(FEM), dan Random Effect Method
(REM). Teknik Pooled Ordinary Least
Square atau CEM merupakan gabungan dari data cross-section dengan data time series (pool data). Ketiga metode ini akan digunakan untuk mencari metode
yang paling sesuai bagi pengujian hipotesis.
Model
data panel yang akan digunakan adalahsebagai berikut:
LAFEE = β0+ β1AC_MEETit
+ β2INS_OWNit +β3D_INSTit
+ β4SUBit+
β5FOREIGNit+ β6OPINIONit
+ β7LEVit+ β8LOSSit+ β9QUALITYit + εit
Untuk
menentukan model regresi yang ter- baik antara model Pooled Least Square (CEM) dan Fixed
Effect (FEM) digunakan Chow test (Widarjono,
2007).
Rumus
untuk menghitung F statistik adalah sebagai berikut:
(Sum squared PLS-Sum squared FEM)
F= (N-1)
Sum squared FEM
(NT-K)
dimana:
N =
jumlah data cross section
T =
jumlah data time series
K =
jumlah variabel penjelas
Apabila
hasil F (Fstat) lebih kecil dari Ftabel, maka H0 diterima dan model yang
digunakan adalah Pooled Least
Square atau Common Effect Model.
Apabila hasil F (Fstat) lebih besar dari Ftabel, maka H0 ditolak. Jika hasil Fixed Effect Model diterima maka
dilanjutkan dengan Hausmann Test
untuk mengetahui model mana yang lebih baik digunakan antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Penilaian dilakukan
dengan menggunakan Chi Square Statistics
dan pengambilan keputusan ditentukan secara statistik.
Hipotesis:
H0 = Random Effect (Hausman Test> 0,05)
atau
H1 = Fixed Effect (Hausman Test< 0,05)
Apabila Hausmann Test lebih besar dari 0,05 maka
H0 diterima dan model yang digunakan adalah Random
EffectModel. Sedangkan, apabila Hausmann
Test lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak dan model yang digunakan adalah Fixed EffectModel.
Sedangkan,
untuk memilih model yang terbaik antara Common
Effect Model dan RandomEffect Model
menggunakan uji Lagrage Multiplier
(LM test).
Nilai
LMhitung akan dibandingkan dengan nilai Chi Squared tabel dengan df sebanyak 12
danα = 5%. Rumusan hipotesis sebagai berikut:
H0 = Pooled
Least Square (LMhitung <Chi
Squared table) atau H1= Random Effect (LMhitung >Chi Squared table)
Apabila
hasilnya model terbaik adalah Pooled
Least Square maka perlu dilakukan pengujian asumsi regresi klasik antara
lain uji multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Hal ini
dikarenakan model Pooled Least Square
menggunakan pendekatan Ordinary Least
Square (OLS). Sedangkan, apabila model yang
terbaikadalah Random Effect
maka tidak memerlukan pengujian asumsi regresi klasik (Gujarati & Porter,
2009). Berdasarkan penjelasan tersebut maka pengujian untuk memilih model
terbaik dapat digambarkan seperti Gambar 1.
Fixed Effect Model
Hausman
Test
Chow Test Random Effect Model
Lagrage
Multiplier Test
Common effect model
Gambar
1. Pengujian Statistik Pemilihan Model
Nilai LMhitung
akan di bandingkan
dengan nilai Chi Squared tabel
dengan derajat kebebasan (degree of
freedom) sebanyak jumlah variabel independent (bebas) dan alpha atau
tingkat signifikansi sebesar 5% (ditentukan di awal). Apabila nilai LM >Chi Squared tabel maka model yang
dipilih adalah RE, dan sebaliknya apabila nilai LM Chi Squared tabel maka model yang dipilih adalah CEM.
1. Uji-F
Dengan
menetapkan tingkat signifikansi (α=5%), maka dasar pengambilan keputusannya adalah:
a) Jika
sig-F <0.05, maka model regresi signifikan sehingga model tersebut dapat
menggambarkan hubungan yang
akan diteliti maka H0 ditolak.
b) Jika
sig-F ≥ 0.05,
maka model regresi tidaksignifikan sehingga
model tersebut tidak sesuai maka Ho tidak ditolak.
2. Uji t
Ghozali (2011) menyatakan bahwa uji statistik t
digunakan untuk menujukkan seberapa jauhpengaruh satu variabel bebas
(independen) secara individual dalam menerangkan variasi variabel terikat
(dependen). Keputusan dapat dibuat dengan membandingkan nilai p-value
dibandingkan dengan 0.05 sehingga:
a) Jika
sig-t < 0.05, koefisien regresi signifikanmaka H0 ditolak
b) Jika sig-t ≥
0.05, koefisien regresi tidaksignifikan
maka H0 tidak ditolak.
3. Uji
Koefisien Determinasi (R2)
Goodness
of fit (uji
koefisien determinasi) bertujuan untuk mengukur tingkat variasi nilaivariabel
dependen yang dapat dijelaskan olehvariabel-variabel independen (Ghozali,
2011). Pengujian ini perlu dilakukan untuk dapat mengetahui seberapa baiknya
model penelitian yang digunakan. Baik tidaknya suatu model dalam penelitian
dengan regresi linear dapat dilihat dari nilai adjusted R2, dengan rentang
nilai 0 (nol) sampai dengan 1 (satu). Semakin tinggi nilai koefisien
determinasi, maka semakin baik model dalam menjelaskan hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Statistika Deskriptif
Data
yang diperoleh pada tahun 2010 sebanyak 248 perusahaan, tahun 2011 sebanyak 281
perusahaan, tahun 2012 sebanyak 260 perusahaan dan tahun 2013 sebanyak 332 perusahaan.
Pada penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan bantuan Eviews data panel
sehingga data yang diolah harus lengkap selama periode amatan yaitu 4 tahun
berturut-turut. Setelah diseleksi, tersisa hanya 31 perusahaan yang memiliki
data lengkap selama 4 tahun, sehingga total observasi sebanyak 124.Hasil dari
uji statistik deskriptif dapat terlihat pada Tabel1. .
Tabel 1.
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
|
N
|
Minimum
|
Maximum
|
Mean
|
Auditfee
|
124
|
18.76
|
27.89
|
21.6035
|
Ac_meat
|
124
|
1
|
41
|
7.21
|
Ins_own
|
124
|
.00
|
78.55
|
3.4532
|
Sub
|
124
|
0
|
78
|
7.19
|
Lev
|
124
|
.010
|
8.410
|
.22323
|
Valid N (listwise)
|
124
|
|
|
|
Berdasarkan
Tabel 1 dapat diperoleh nilai biaya audit (LN_AUDITFEE) max (min)
adalah27.89 atau Rp
887.449.000,- (18.76 atau170.125.000.-) dengan mean
21.6035 atau Rp.270.000.000,-.
Hal ini berarti rata-rata perusahaan sampel memiliki biaya audit yang cukup
tinggi.Pada variabel pertemuan
komite audit(AC_MEET) menunjukkan
jumlah max (min) adalah 41 kali (1 kali) dengan mean 7.2 kali pertemuan dalam
setahun. Hal ini berarti komite audit perusahaan
sampel melaksanakan pertemuan rata-rata 7 kali dalam setahun,
jumlah pertemuan ini telah melebihi jumlah minimal yang disyaratkan oleh
BAPEPAM, yaitu 4 kali dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
sampel telah berusaha melakukan pengawasan yang lebih tinggi dengan adanya
jumlah pertemuan komite audit yang tinggi untuk meyakinkan akan kualitas
laporan keuangan yang dihasilkan
oleh manajemen perusahaan. Variabel kepemilikan institusional menunjukkan
jumlah max (min) adalah 78.55% (0%) dengan mean 3.45% hal ini menunjukkan,
rata-rata perusahaan sampel memiliki proporsi kepemilikan institusional yang
cukup rendah, karena kepemilikannya tidak ditujukan untuk memiliki kendali atan
hak suara yang tinggi di perusahaan emiten.
Pada
variabel kontrol jumlah perusahaan anak yang dimiliki (SUB) menunjukkan
jumlahmax (min) adalah 78 anak perusahaan (0 anak perusahaan) dengan mean 7.19,
hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan sampel memiliki cukup banyak
anak perusahaan sehingga akan
menambah tingkat kompleksitas
prosespelaporan keuangan dan proses audit. Pada variabel tingkat
ungkitan (LEV) yang dimilikiperusahaan sampel menunjukkan jumlah max
(min) adalah 8.41 (0.010) dengan mean 0.223 menunjukkan tingkat ungkitan
(leverage) yang dimiliki perusahaan sampel sangat kecil, tidaksampai 1. Nilai mean
lev 0.223 berarti setiap 100 asetnya dibiayai dengan hutang sebesar 0.2.
Tabel 2.
Hasil Uji Statistik Deskriptif-Frekuensi
Dummy
|
D_Inst
|
%
|
Foreiqn
|
%
|
Opinion
|
%
|
Loss
|
%
|
Quality
|
%
|
0
|
118
|
95.2
|
83
|
66.9
|
120
|
96.8
|
109
|
87.9
|
68
|
54.8
|
1
|
6
|
4.8
|
41
|
33.1
|
4
|
3.2
|
15
|
12.1
|
56
|
45.2
|
Pada variabel kepemilikan institusional diffused dan
blockholder yang di ukur dalam dummy, menunjukkan bahwa sebagian besar
perusahaan sample memiliki kepemilikan diffused
(95.2%) dan hanya sebagian kecil yang memiliki saham secara blockholder (4.8%). Variabel control
kepemilikan anak perusahaan di luar negeri (FOREIGN), menunjukkan sebagian
besar (66.9%) perusahaan sampel pada dummy nilai 0 yang berarti tidak memiliki
anak perusahaan di luar negeri, hanya sebagaian kecil (33.1%) yang memiliki
anak perusahaan di luar negeri. Variabel kontrol opini yang diberikan auditor
kepada perusahaan emiten menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan sampel
(96.8%) menerima opini modified opinion sedangkan hanya 3.2% dari perusahaan
sampel mendapatkan opini unmodified
opinion. Variabel control perusahaan yang menderita rugi (LOSS) menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan sampel (87.9%)
masih melaporkan laba di tahun amatan sedangkan hanya 12.1% dari perusahaan
sampel melaporkan rugi. Pada variabel control penggunaan audit berkualitas dari
perusahaan Big four (QUALITY) menunjukkan bahwa sebagian
perusahaan sampel (54.8%) masih menggunakan KAPnon-big four sedangkan
45.2% dari perusahaan sampel menggunakan auditor big four.
Analisis Regresi Data Panel
Pemilihan Model Terbaik
1. Common
Effect Model (The Pooled OLS Method=
PLS)
Common ini sama dengan metode OLS (Regresi Biasa)
dimana intersep dan slopenya tetap antar
waktu dan individu. Hasil dari model common effect terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengujian Common Effect Model (CEM)
Variable
|
Coefficient
|
Std. Error
|
t-Statistik
|
Prob.
|
|
AC_MEET
|
0.044422
|
0.015133
|
2.935405
|
0.0040
|
|
INS_OWN
|
-0.000735
|
0.018233
|
-0.040331
|
0.9679
|
|
D_INST
|
-0.343678
|
0.836227
|
-0.410987
|
0.6819
|
|
SUB
|
0.045921
|
0.008078
|
5.684683
|
0.0000
|
|
FOREIGN
|
0.563325
|
0.235230
|
2.394783
|
0.01838*
|
|
OPINION
|
-0.094230
|
0.653402
|
-0.144215
|
0.8856
|
|
LEV
|
0.090981
|
0.139613
|
0.651662
|
0.5159
|
|
LOSS
|
-0.610545
|
0.351001
|
-1.739441
|
0.0847*
|
|
QUALITY
|
1.437089
|
0.240928
|
5.964816
|
0.0000
|
|
C
|
20.19381
|
0.197808
|
102.0882
|
0.0000
|
|
R-squared
|
0.557598
|
Meandependent
var
|
21.60355
|
||
Adjusted R-squared
|
0.522671
|
S.D.
dependent var
|
1.696765
|
||
S.E. of regression
|
1.172278
|
Akaike
info criterion
|
3.232981
|
||
Sum squared resid
|
156.6627
|
Shawarz
criterion
|
3.460423
|
||
Log likelihood
|
-190.4448
|
Hannan-Quinn
eriter
|
3.325374
|
||
F-statistic
|
15.96490
|
Durbin-Watson
stat
|
0.591867
|
||
Prob(F-statistic)
|
0.000000
|
|
|
||
*) signifikan pada level α = 10%
2.
Fixed Effect Model (FEM)
Pada
Fixed Effect Model muncul
masalah „near singular matrix”, hal
ini disebabkan oleh dalam data penelitian yang telah diperoleh, terdapat
beberapa perusahaan yang memiliki data sama selama periode amatan seperti data
opini, kualitas auditor, kepemilikan
institusionalyang menggunakan dummy.
Hal ini menyebabkan pengujian dengan FEM tidak dapat dilanjutkan.
3. Random
Effect Model (REM)
Pengujian
dilanjutkan dengan model RandomEffect
Model (REM) yang disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4.
Hasil Pengujian Random Effect Model
(REM)
Variabel
|
Coefficient
|
Std.Error
|
t-Statistic
|
Prob
|
AC_MEET
|
0.026919
|
0.016816
|
1.600760
|
0.0922*
|
INS_OWN
|
0.011499
|
0.013862
|
0.299527
|
0.4085
|
D_INST
|
-0.508380
|
0.660444
|
-0.769755
|
0.4430
|
SUB
|
0.053588
|
0.013877
|
3.861737
|
0.0002
|
FOREIGN
|
0.997044
|
0.282891
|
3.524477
|
0.0006
|
OPINION
|
-0.333606
|
0.556606
|
-0.599357
|
0.5501
|
LEV
|
0.052051
|
0.099771
|
0.521709
|
0.6029
|
LOSS
|
-0.333427
|
0.284154
|
-1.173402
|
0.2431
|
QUALITY
|
1.352424
|
0.416775
|
3.244972
|
0.0015
|
C
|
20.10834
|
0.298190
|
67.43455
|
0.0000
|
Weighted
Statistics
R-squared
|
0.346060
|
Mean
dependent var
|
7.310263
|
Adjusted
R-squared
|
0.294433
|
S.D.
dependent var
|
0.872014
|
S.E. of
regression
|
0.732475
|
Sum
squared resid
|
61.16322
|
F-statistic
|
6.703095
|
Durbin-Watson
stat
|
1.416031
|
Prob(F-statistic)
|
0.000000
|
|
|
Unweighted
Statistics
R-squared
|
0.526819
|
Mean
dependnt ver
|
21.60355
|
Sum
squared resid
|
167.5621
|
Durbin-Watson
stat
|
0.516877
|
Setelah pengujian dengan ketiga model estimasi,
peneliti akan memilih model yang paling baik untuk digunakan dalam analisis.
Oleh karena FEM tidak dapat digunakan dalam penelitian ini maka peneliti hanya
perlu memilih dari antara dua model, yaitu antara CEM dan REM. Pemilihan metode
dilakukan dengan pengujian Lagrange
Multiplier (LM) Test. Dari hasil pengujian LM, diperoleh nilai LM hitung
sebesar 3271.84, dimana nilai itu lebih besar dari tabel Chi-Square (df=9) sebesar 16.91898. Hal ini berarti menolak Ho,
yaitu estimasi yang tepat untuk model regresi data panel adalah Random Effect Model (REM). Dengan
demikian, hasil pengujian dari model random effect yang akan digunakan untuk
analisis selanjutnya yakni uji F, uji t, dan uji koefisien determinasi.
Uji F
Berdasarkan
hasil pengujian pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai signifikansi F sebesar 0.000000 artinya model
regresi cukup baik untuk digunakan dalam pengujian. Oleh karena itu, variabel
independen secara bersama-sama mampu menjelaskan variabel dependen.
Uji t
Hasil
pengujian yang tersaji pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pada hipotesis pertama
dinyatakan bahwa terdapat pengaruh jumlah pertemuan komite audit (AC_MEET)
terhadap biaya audit. Dari hasil pengujian diperoleh hasil signifikansi sebesar
0.0922 dengan koefisien sebesar 0.026919. Hasil signifikansi tersebut lebih kecil
daripada tingkat α= 10% dengan nilai koefisien
memiliki arah positif yang berarti sesuai dengan yang telah dihipotesiskan. Hal
ini artinya H1 diterima. Hasil ini tidak
mendukung hasil penelitian Lin et al (2006). Pada hipotesis kedua
dinyatakan bahwa terdapat pengaruh kepemilikan institusional (INS_OWN)terhadap
biaya audit. Dari hasil pengujian diperoleh hasil signifikansi sebesar 0.4085
dan koefisien regresi sebesar0.011499. Hasil signifikansi tersebut lebih besar dari tingkat α yang ditetapkan sehingga H2 ditolak.
Pada hipotesis ketiga dinyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh kepemilikan
institusional diffused dan blockholders (D_INST) terhadap biaya audit. Dari
hasil pengujian diperoleh hasil signifikansi sebesar 0.4430.
Hasil
pengujian untuk variabel kontrol menunjukkan bahwa variabel untuk anak perusahaan
(SUB) memiliki nilai signifikansi 0.0002 (lebih kecil
dari α=5%) yang berarti terdapat
pengaruhvariabel
SUB terhadap biaya audit yaitu semakin tinggi jumlah anak perusahaan yang
dimiliki maka semakin tinggi pula biaya auditnya. Pada variabel FOREIGN
terhadap biaya audit yaitu pada perusahaan yang memiliki anak perusahaan di
luar negeri, memiliki nilai signifikansi 0.0006 (lebih kecil
dari α = 5%)
yang berarti terdapat pengaruh
variabel FOREIGN terhadap biaya audit yaitu biaya auditnya terpengaruh dari
jumlah anak perusahan di luar negeri. Hasil ini sesuai dengan
hasil penelitian Adelopo et al. (2012).
Variabel “Sub” dan “Foreign” merupakan proxy dari auditee complexity dapat timbul
karena inherent risk (yaitu resiko bisnis klien) atau timbul karena transaksi
yang complex. Bila perusahaan memiliki transaksi yang complex maka akan
memerlukan waktu audit lebihlamadan memerlukan auditor yang berpengalaman,
untuk mengurangi risk of material misstatement ke level yang dapat diterima
sehingga akan mengurangi audit risk. Pada variabel kualitas audit (QUALITY) memiliki
nilai signifikansi 0.0015 (lebih kecil
dari α = 5%) yang berarti terdapat pengaruh
variabel QUALITY terhadap biaya audit yang mana perusahaan yang menggunakan
jasa dari KAP big four maka biaya
auditnya lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang menggunakan
jasa dari KAP non-big four. Tingginya biaya audit dari KAP big four karena KAP
tersebut diidentikkan
dengan jasa audit berkualitas tinggi yang disebabkan KAP tersebut memiliki
banyak sumber daya yang lebih tinggi sehingga lebih mampu menemukan adanya
salah saji yang material sehingga lebih memberikan jaminan reliabilitas laporan
keuangan auditan.
Namun beberapa variabel control seperti,variabel
OPINI memiliki nilai signifikansi 0.5501 (lebih besar dari α yang ditetapkan) yang berarti tidak
terdapat pengaruh variabel OPINI terhadap biaya audit. Leverage (LEV) yang merupakan variable control dari financial risk,
memiliki nilai signifikansi
0.6029 (lebih besar dari α yang ditetapkan) yang berarti tidak terdapat pengaruh variabel
leverage terhadap biaya audit. Pada variabel perusahaan yang mengalami kerugian
pada periode amatan (LOSS), sebagai proxy pengukuran profitabilitas, memiliki
nilai signifikansi 0.2431 (lebih
besar dari α yangditetapkan) yang berarti tidak terdapat pengaruh
variabel LOSS terhadap biaya audit. Hasil ini konsisten dengan penelitian
Fields et al. (2004) dan Mitra et al. (2007). Tidak signifikannya antara Loss
dan biaya audit mungkin dapat disebabkan karena sulitnya merumuskan
(menentukan) proxy yang tepat untuk profitabilitas terutama karena dipengaruhi
oleh berbagai manipulasi akuntansi.
Uji Koefisien Determinasi
Berdasarkan
Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R2 sebesar 0.346060, hal ini dapat diartikan
bahwa sekitar 34.60% perubahan audit feedipengaruhi oleh variabel-variabel
penentu dalam model ini sedangkan sisanya 65.40% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model ini.
Aktivitas Komite Audit dan Biaya
Audit
Pada
hipotesis pertama dinyatakan bahwa terdapat pengaruh jumlah pertemuan komite
audit terhadap biaya audit. Hasil pengujian menunjukkan hasil p-val dibawah 10%
dan koefisien regresi yang positif sehingga menunjukkan bahwa jumlah pertemuan
komite audit berpengaruh positif terhadap biaya audit. Dari hasil pengujian
diperoleh hasil bahwa hipotesis tersebut diterima, namun hasil penelitian ini
tidak sesuai dengan penelitian Adelopo (2012). Dan bila kita melihat dari hasil
statistik deskriptif menunjukkan rata-rata jumlah pertemuan komite audit diatas
yang disyaratkan BAPEPAM dan rata-rata biaya audit yang tinggi (table 4.1).
Hasil
penelitian ini mendukung pernyataanBeasley et al.(2000) dan Abbott et al.
(2000). Beasley et al. (2000) menyebutkan bahwa pada perusahaan yang melakukan
kecurangan, ditemukan disebabkan karena komite audit bertemu kurang sering bila
dibandingkan dari pada
komite audit dari perusahaan yang non-fraud (tidak melakukan kecurangan).
Perusahaan yang diketahui melakukan kecurangan akan meningkatkan biaya audit.
Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian Carcello et al. (2002) yang
memperoleh hasil adanya pengaruh positif jumlah rapat komite audit terhadap
biaya audit. Hal ini terjadi karena komite audit berkepentingan untuk
memberikan sinyal efisiensi, menjaga reputasi, dan menghindari resiko litigasi,
dengan konsekuensi akan meningkatkan lingkup audit sehingga juga akan
meningkatkan biaya audit
Kepemilikan Institusional dan
Biaya Audit
Pada
hipotesis kedua dinyatakan bahwa terdapat pengaruh kepemilikan institusional
terhadap biaya audit. Dari hasil pengujian diperoleh hasil bahwa hipotesis
tersebut ditolak. Demikian juga dengan hipotesis ketiga yang ditolak, artinya
tidak ada perbedaan antara kepemilikan institusional diffused dan blockholders. Hal ini dapat disebabkan karena
keputusan untuk melakukan audit berkualitas tinggi tidak bergantung hanya pada
besarnya kepemilikan institusional, namun tergantung
seberapa besar keinginan manajemen untuk mendapatkan kepercayaan investor akan
informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini juga dapat terlihat
dari bukti dari data yang telah diperoleh, bahwa kepemilikan institusional pada
perusahaan sampel hanya rendah namun biaya
audit perusahaan sampel adalah tinggi (Tabel 1).
Data dari
perusahaan sampel juga menunjukkan bahwa kepemilikan institusional
sebagianbesar di bawah 20% yang artinya lebih banyak yang kepemilikan diffused. Pada tingkat
kepemilikan diffused (<20%),
para investor institusional cenderung kurang ada keinginan dan kemampuan untuk
memonitor aktivitas perusahaan dibandingkan apabila investor institusional blockholder (>20%) sehingga investor
institusional diffused kurang
dapat memaksa perusahaan melakukan audit berkualitas tinggi untuk menghindari
kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Mitra et al. (2007) bahwa terdapat hubungan
negatif antara kepemilikan institusional blockholder dengan biaya audit.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
Penelitian
ini memiliki tujuan untuk memberikan bukti empiris pengaruh karakteristik
komite audit dan kepemilikan saham terhadap audit
fee. Sampel penelitian adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI
selama periode pengamatan 2010-2013. Analisis data yang digunakan yaitu
analisis regresi panel dengan jumlah observasi sebanyak 124.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa model yang terbaik untuk menjelaskan pengaruh
variabel independen terhadap
biaya audit adalahrandom
effect yang membuktikan aktivitas komite audit yang diukur oleh jumlah
pertemuan komite audit memiliki pengaruh yang
positif terhadap biaya audit. Sedangkan, kepemilikan saham institusional
tidak terbukti mempengaruhi biaya audit. Demikian juga tidak terdapat perbedaan
pengaruh yang signifikan antara kepemilikan institusional diffused dan
blockholders terhadap biaya audit. Hasil untuk variabel kontrol membuktikan
bahwajumlah anak perusahaan yang dimiliki (SUB), adanya anak perusahaan di luar negeri(FOREIGN), dan kualitas audit (QUALITY)
berpengaruh secara signifikan terhadap biaya audit. Sedangkan, variabel kontrol
lain yakni leverage, loss dan opini audit tidak berpengaruhsecara signifikan
terhadap biaya audit.
Keterbatasan
dalam penelitian ini adalah pertama, jumlah sampel yang diperoleh dalam
penelitian ini cukup kecil, hal ini disebabkankarena terbatasnya jumlah
perusahaan yang memiliki data yang lengkap sesuai yang diperlukan dalam
penelitian ini, kedua, pada penelitian ini model fixed effect tidak terbentuk karena adanya variabel kontrol yang
datanya sama setiap tahunnya yaitu opini, kualitas audit, foreign dan loss, ketiga, tiak tersedianya data„biaya audit‟ di
laporan
keuangan sehingga peneliti menggunakan data„profesional fee‟ untuk digunakan sebagai data biaya
audit. Penelitian ini masih terbuka untuk penelitian lain di bidang yang sama,
karena nilai R2 masih bernilai 34,60% yang berarti masih banyak variabel lain
yang belum masuk dalam model penelitian ini.
Untuk
penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan untuk memasukkan variabel GCG lain
seperti; karaktersitik komite audit yang diukur dari independensi komite audit,
keahlian komite audit, dan aktivitas komite audit; karakteristik dewan
komisaris dan karakteristik kepemilikan saham. Selain itu, peneliti juga
menyarankan untuk memasukkan sektor industry lain dalam sampel penelitian
seperti sektor jasa, dagang dan lain-lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbott,
L. J.and Parker, S. (2000). Auditor selection and auditcommitteecharacteristics.
Auditing: A Journal of Practice &
Theory,19(2), 47–66.
Abbott,
L. J., Park, Y., and Parker, S. (2000). The effects of
audit committee activity andindependence
on corporate fraud. ManagerialFinance, 26(11), 55–67.
Abbott,
L., Parker, S., Peters, G., and Raghunandan, K. (2003a). The Association
between audit committee characteristics and
auditfees. Auditing: A
Journal of Practice
andTheory, 22, 17-32
Abbott,
L., Parker, S., Peters, G., and Raghunandan,
K. (2003b). An
Empirical investigation of Audit Fees, Non-Audit Fees, andAudit Committee. Contemporary AccountingResearch,
20, 215-234
Ismail,
A., Kumba, J., and Peter. S. (2012). Multiple large ownership structure, audit
committee activity and audit fees. Journal appliedAccounting Research, 13(2),
100-121
Barkess,
L. and Simnett, R. (1994). The Provision of Other Services by Auditors:
Independence and pricing issues. Accounting and Business Research, 24(94),
99-08.
Beasley,
M. S., Carcello, J. V., Hermanson, D.R., and Lapides, P.D. (2000). Fraudulent
Financial Reporting: Consideration of Industry Traits and Corporate
Governance Mechanisms. Accounting Horizons, 14(4), 441–454.
Becker,
C. L., Defond, M., Jiambalvo, J., and Subramanyam, K. R. (1998). The Effect of
Audit Quality on Earnings Management. Contemporary Accounting Research, 15,
1-24.
Carcello,
J., Hermanson, D., Neal, T. L., Riley, R.A. (2002). Board Characteristics and
AuditFees, Contemporary Accounting Research, 19,365-384.
DeZoort,
F. T. (1997). An Investigation of Audit Committees' Oversight Responsibilities.
Abacus (September), 208-227.
Emby, C.
and Davidson, R. (1998). The Effects of Engagement Factors on Auditor Independence:
Canadian Evidence. Journal of International
Accounting, Auditing and Taxation,7(Spring), 163-179.
Fields,
L. P., Fraser, D. R. and Wilkins, M. S. (2004). An Investigation of The
Pricing of Audit Services For Financial Institutions. Journal of
Accounting and Public
Policy,23(23), 53-77.
Ferdinand,
G. A., and Judy, T. S. L. (1998). A Test of The Free Cash Flow and Debt
Monitoring Hypothesis: Evidence From Auditing Pricing. Journal of Accounting and Economics, 24,219-237.
Ferdinand,
G. A., and Judy, T. S. L. (2001). Free Cash Flow, Debt Monitoring, and Audit
Pricing: Further Evidence on the role of Director Equity Ownership. Auditing: A
Journal of Practice & Theory, 20,71-84.
Ghozali,
I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. 5th
edition. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Gujarati,
D. N. and Porter, D. C. (2009). Basic Econometrics, 5th edition, McGraw-Hill.
Jensen,
M. C. and Meckling, W. H. (1976). Theory of
the Firm: Manajerial Behavior, Agency Cost and
Ownership Structure. Journal of Financial and Economics, 3, 305-360.
Kane, G.
D. and Velury, U. (2004). The Role ofInstitutional Ownership In The Market For
Auditing Services: An Empirical Investigation. Journal of Business Research,
57(9), 976-983.
Kirk, P.
(1994). Strengthening The Professionalism of The Independent Auditor. Stamford,
CT: Public Oversight Board.
Knapp,
M. (1985). Audit Conflict: An EmpiricalStudy of the Perceived Ability of
Auditors toResist Management Pressure. The AccountingReview, 60, 202-211.